Semarang, 18 September 2010
Kepada:
Anakku tersayang karunia Allah yang luar biasa
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Anakku tersayang ... .
Hari ini kutulis surat ini dengan sebuah harapan kelak kau akan membacanya. Sebuah surat cinta yang jauh hari kutulis sebelum kau ada.
Anakku tersayang ... .
Pertama-tama Bundamu minta maaf yang sebesar-besarnya karena sampai usia tiga puluh satu ini, Bundamu belum berbuat apa-apa untukmu. Bahkan Bundamu masih sendiri, bagaimana Bundamu bisa mengandungmu? Kau masih jauh dari jangkauan. Sekali lagi, Bundamu minta maaf yang sebesar-besarnya padamu. Dalam usia yang tak lagi muda ini, apa yang baru bisa Bundamu lakukan adalah menulis surat. Sebuah surat cinta yang berisi ribuan harapan dan doa untukmu. Bunda berharap kau akan memahami hal ini, Nak.
Anakku tersayang ... .
Sebelum Bundamu menuliskan segala cinta dan harapannya, biarkan Bundamu bercerita. Jauh hari sebelum kau ada, Bundamu pernah menuliskan sebuah cita-cita di atas sebuah buku bersampul ungu dengan bentuk mind mapping ala Tony Buzan. Bunda menulis di sana, anak Bunda tak hanya satu tapi sepuluh dan anak pertama Bunda kelak haruslah menjadi seorang hafidh sekaligus petenis profesional. Bunda juga menuliskan harapan-harapan Bunda untuk anak kedua hingga kesepuluh yang akan Bunda lahirkan dari rahim Bunda. Bunda mempunyai harapan yang sama untukmu, anak pertama, dan anak-anak Bunda selanjutnya: sepuluh dari kalian menjadi seorang hafidh/hafidhah meski dengan cita-cita yang berbeda yang Bunda sematkan di pundak kalian semua.
Tapi, biarlah pada kesempatan ini Bunda menulis surat untuk anak pertama Bunda yang bahkan Bunda belum tahu siapa kelak yang menjadi ayahnya. Untuk anak-anak Bunda selanjutnya, biarlah Bunda menulis surat untuk mereka setelah kau, anak pertama, lahir.
Anakku tersayang, ... .
Atas nama cinta, Bunda menunggu seorang laki-laki yang Bunda harapkan menjadi ayahmu. Bunda mengenalnya ketika Bunda berusia dua puluh enam tahun. Dia laki-laki luar biasa yang ada manakala Bunda terluka. Dia menemani Bunda manakala Bunda membutuhkan teman cerita. Dia selalu di samping Bunda ketika Bunda membutuhkan sebuah uluran tangan. Bunda menunggunya dan terus menunggunya. Tapi, dia yang diharapkan Bunda tak pernah menganggap Bunda ada. Dia yang diharapkan Bunda hanya menganggap Bunda sebagai teman saja. Bunda pun menua dalam kecewa. Inikah cinta yang Bunda harapkan?
Dalam proses menunggu ini, Bunda tak hanya berdiam diri saja. Lewat Murabi Bunda, Bunda menceritakan rasa yang terpendam lama ini. Murabi Bunda hanya menjawab singkat, "Ikhlaskan diri dengan jalan yang dipilihkan Allah buatmu."
Anakku sayang, ... .
Bunda belum memiliki keikhlasan itu. Bunda masih mencintai dan mengharapkan laki-laki yang membuat Bunda menua dalam kecewa.
“Keinginan Mbak Riya untuk menikah sama besarnya dengan kemauan Mbak Riya untuk berubah,” kata Murabi Bunda suatu ketika.
Bunda terpana mendengar kata-katanya karena berubah di sini tak hanya dalam sikap dan perilaku saja, tapi juga dalam rasa. Lima tahun Bunda mencinta dengan hasil yang jauh dari asa yang terpupuk lama.
Bunda pun mencari ikhlas. Tak Bunda temukan di manapun dia. Ikhlas tak ada di semesta raya ternyata. Dia ada di dinding-dinding sukma. Hingga akhirnya Bunda menemukan kata-kata positif dari Pak Mario Teguh, "Pasrah adalah ilmunya orang hebat. Dia sudah memastikan bahwa yang bisa dikerjakannya, TELAH dikerjakannya, dan dia memastikan bahwa yang diserahkannya kepada Tuhan adalah yang HANYA bisa dilakukan oleh Tuhan. Dia tidak akan pasrah, sebelum dia memenuhi tugasnya sebagai jiwa yang berupaya, untuk memenuhi syarat agar Tuhan mengubah nasibnya.Pasrah adalah ilmunya orang hebat."
Bunda sudah berusaha dan yang bisa Bunda lakukan sekarang adalah menyerahkan semua keputusan di tangan Allah. Tak penting lagi apakah laki-laki yang membuat Bundamu menua dalam kecewa akan menjadi ayahmu atau tidak. Yang terpenting dari semuanya adalah ayahmu haruslah seorang laki-laki beriman dan berjuang di jalan Allah, penuh rasa tanggung jawab kepada diri pribadi, keluarga, dan negaranya dengan selalu memperjuangkan cita-cita mulia: memperjuangkan tegaknya Islam, tak pernah surut langkah meski rintangan menghadang, dan akan selalu maju ke depan meski badai besar menghantam. Bunda berharap Bunda akan menemukan laki-laki itu pada tahun ini sehingga Bunda bisa segera menimangmu dan menyanyikan lagu nina bobo’ untukmu.
Anakku tersayang, ... .
Itulah sekelumit perjalanan Bunda dalam mencari ayahmu. Berliku. Namun, dengan keyakinan pasti, dia akan Bunda temukan agar kau segera ada menyapa kita semua di dunia.
Sekarang, Bunda akan menuliskan segala harapan Bunda kepadamu.
Dalam perjuangan Islam pada zaman Rasulullah dulu ada seorang pemuda nan perkasa. Akhlaknya mulia lagi luas ilmunya. Rasulullah pun mengangkatnya sebagai menantunya. Ali bin Abi Thalib namanya. Sosok pertama yang memeluk islam dari golongan remaja.
Dalam sujud panjang Bunda, Bunda selalu berdoa agar kau bisa sepertinya. Muda, perkasa, berilmupengetahuan luas dan berani berjuang membela Al Quran, membela ayat-ayat Allah yang mulai tergerus kemajuan zaman. Sedih melihat banyak remaja sekarang yang jauh dari nilai-nilai indah Al Quran, sebuah petunjuk, pembeda, penjelas, obat bagi semua manusia di dunia.
Anakku tersayang, … .
Hanya Al Qur’an aturan yang benar. Karena itu, Bunda harapkan, kau bisa menjadi garda terdepan pembelanya. Seperti Ali bin Abi Thalib yang selalu berada di sisi Rasulullah pada setiap pertempuran yang diikutinya dengan tujuan untuk mendapatkan syahid tentu saja.
Anakku tersayang, … .
Bacalah kisah berikut ini. Sebuah kisah tentang salah satu pemimpin Islam yang adil dan sederhana tiada tara. Umar bin Abdul Aziz namanya. Ketika dia menjadi Khalifah Islam, dia tinggalkan istana yang seharusnya di tempatinya. Dia memilih gubug reot dengan dua baju saja yang dibawanya. Satu baju dipakainya, satu lagi dicucinya. Khalifah luar biasa yang tiada duanya ini sangat memperhatikan rakyatnya. Di bawah kepemimpinannya, umat Islam sejahtera hingga orang mau bersedekah, berinfak, dan berzakat kebingungan karena fakir miskin tak ada.
Anakku, kalau kau tak bisa seperti Ali bin Abi Thalib, jadilah kau seperti Umar bin Abdul Aziz. Cucu Umar bin Khatab, putra dari Abdullah bin Umar ini adalah Khalifah Islam yang meninggalkan kegelimangan harta karena takut menjadi tak amanat dalam menjalankan makanahnya.
Anakku tersayang, … .
Jika kau tak bisa menjadi seperti mereka berdua, cukuplah kau menjadi diri sendiri dengan kepribadian yang Qur’ani. Selalu menebar dakwah di manapun kau berada, memahamkan umat untuk sebuah cita-cita mulia: tegaknya Islam di dunia, Islam sebagai rahmat semesta.
Anakku tersayang, … .
Itulah sepenggal kisah Bunda dalam menemukan ayahmu, harapannya bisa kau ambil hikmahnya kelak manakala kau sudah dewasa. Demikianlah sepenggal harapan Bundamu, tak ingin kau menjadi penguasa lalim tapi jadilah penguasa sederhana yang dekat dengan rakyatnya yang sejahtera. Tak ingin kau menjadi pemuda nan mempesona tapi lemah tak terkira, namun jadilah pemuda perkasa penegak Islam di manapun berada.
Anakku tersayang, … .
Cukup sekian surat dari Bunda. Salam sayang untukmu.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Love you always
Bunda Riya
Tulisan ini diikutkan untuk mengikuti lomba menulis di sini
indahnya doa seorang bunda riya... senang membaca doa itu..
BalasHapusSebuah harapan yang mulia, semoga terkabulkan :)
BalasHapusPak Kyai pernah berpesan:
Tugas kita manusia adalah beribadah, soal rezeki dan ketentuan2 lainnya sudah menjadi ketetapan Allah subhanahu wata'ala sehingga jangan ikut campur mengatur sesuatu yang sudah menjadi ketetapanNya. Beribadah di sini bisa juga mengandung arti berusaha. Berusaha dengan segenap kemampuan tapi soal hasil akhir merupakan takdir Allah.
Sedikit ralat ya untuk tulisannya:
Sayyidina Umar bin Abdul Aziz radiyallahu anhu itu bukan cucunya Sayyidina Umar bin Khaththab radiyallahu anhu tapi cicitnya, yaitu dari jalur ibunya beliau.
Sayyidina Umar bin Abdul Aziz -- Ummi Ashim -- Ashim -- Umar bin Khaththab ra.
salam kenal ya :)
Jafar
www.jafarsoddik.com