Rabu, 01 September 2010

DARI SABANG SAMPAI MERAUKE: RIBUAN PULAU, ANEKA SUKU DAN BUDAYA DENGAN SATU CINTA UNTUK INDONESIA

http://www.suranegara.com/2010/08/kata-orang-singapura-tentang-indonesia.html

DARI SABANG SAMPAI MERAUKE: RIBUAN PULAU, ANEKA SUKU DAN BUDAYA DENGAN SATU CINTA UNTUK INDONESIA

I like you more than I like your country,” kata Jensen, teman penaku dari Amerika.

Mataku membulat lebar membaca tulisannya. Apa yang salah dengan Indonesia hingga dia tak bisa menyukainya. Padahal artikel yang kuberikan padanya berisi keindahan alam Indonesia dari Sabang sampai Merauke, artikel itu juga berisi kekayaan Indonesia yang luar biasa tak terkira. Mengapa dia bisa tak menyukai Indonesia ya?

Pertanyaan itu tersimpan lama di otakku. Aku tak berusaha mencari jawaban darinya. Wajar saja ‘kan kalau dia tak menyukai negaraku karena dia mempunyai negara sendiri, negara adi daya yang juga tak kusuka. Nah lho? Sekarang ketemu juga alasannya mengapa dia tak menyukai negaraku. Simple ternyata jawabannya: karena aku juga tak pernah bisa menyukai negaranya.


By the way, aku akan terus berusaha agar dia – yang kuanggap mewakili pandangan masyarakat Amerika pada umumnya tentang Indonesia – menyukai Indonesia.

Hello, Jensen … .

Let you know that I want you to like Indonesia. No matter what, Indonesia is your friend’s country. So, read the following article I wrote to you. You will know why you have to like Indonesia.


You can use the transtool or google translate to understand the next article. I just want to ease the juries when they judge it. (LOL)

Kawan, ingat ‘kan apa itu makna kemerdekaan? Pertanyaanku ini hanya sekedar  untuk mengingatkan saja bukan untuk menggurui apalagi mempengaruhi. Nggak banget ah untuk melakukan kedua hal tersebut itu di sini.

Kemerdekaan itu bermakna bahwasanya keberadaan suatu negara diakui oleh negara lain dan dia bisa berdiri tegak sejajar, duduk sama rendah dengan negara lain di dunia ini. Benar bukan kawan jawabanku ini? Kubayangkan  kau mengangguk, berarti kau menyetujui jawabanku ini?

Itulah yang juga terjadi dengan Indonesia. Kau tahu, sudah enam puluh lima tahun Indonesia merdeka. Amerika merdeka lebih lama daripada Indonesia ya? Tak mudah lho mencapainya. Butuh 350 tahun sebelum akhirnya kemerdekaan itu ada dalam genggaman anak bangsa.

Dan ….tra…tra…tra…

Inilah wajah Indonesiaku sekarang!

Aku membaca status facebook seorang teman. Dia mengeluh karena anaknya dari Pekalongan dikatain ndeso oleh temannya yang berasal dari Jakarta.Pada saat yang bersamaan, Danik - nama temanku - juga sedang online mendampingi anaknya. Dia pun membalas komentar itu dan menasihatinya,"Bagaimana kalau kita berteman saja? Tak peduli kamu darimana, kita berasal dari negara yang sama: Indonesia." Anak dari Jakarta itu tak menyambut baik persahabatan ini. Dia malah semakin menjadi-jadi dengan kata-katanya. Dengan berat hati, Danik pun meminta anaknya meremove teman ini dari friendlistnya.

Aku terpana membaca status temanku. Tak kuduga dan tak kunyana, Indonesia yang dulu penuh orang ramah sekarang telah berubah. Sesama anak bangsa (anak temanku dan teman yang mendikreditkannya masih usia sekolah dasar) sebagai generasi penerus bangsa yang harusnya berteman dan bersatu padu untuk memajukan Indonesia, ini atas nama asalku dari kota Jakarta (padahal aslinya anak yang mendiskreditkan ini ndeso juga lho. Dia berasal dari Yogyakarta.), mendiskreditkan temannya dengan alasan dia berasal dari Pekalongan. Apakah ada yang salah jika seseorang berasal dari Pekalongan?

Bukan itu saja. Kemarin ada kecelakaan di desaku. Sebuah sepeda motor dengan dua pengendara menabrak truk. Kendaraan mereka hancur tak karuan. Pengendaranya terpental di jalanan. Buru-buru banyak orang merubung dan ... . Mereka tak melakukan apa-apa. Mereka hanya menjadikan korban sebagai tontonan belaka padahal mereka butuh pertolongan secepatnya. Aku tertegun melihat kenyataannya.

Jensen, after reading this story, what I can say is you are right. I understand why you don't like my country but I think it will not be fair if I just write about  my country's weakness. So, it will be fair if I also writeabout what we should do to solve this problem.

Ah, rasa cinta itu mulai menghilang. Apa yang seharusnya kita lakukan? Sebuah ide membuncah perlahan di kepalaku. Beginilah ide itu:

Menurut Ibnu Jazzar Al Qairawani dalam Megawangi (2004: vii). Sebenarnya sifat-sifat buruk yang timbul dari diri anak bukanlah lahir dari fitrah mereka. Sifat-sifat tersebut terutama timbul karena kurangnya peringatan sejak dini dari orang tua dan para pendidik. Semakin dewasa usia anak, semakin sulit baginya untuk meninggalkan sifat-sifat buruk. Banyak sekali orang dewasa yang menyadari sifat-sifat buruknya, tetapi tidak mampu mengubahnya. Karena sifat-sifat buruk itu sudah kuat mengakar di dalam dirinya, dan menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Maka berbahagialah para orang tua yang selalu memperingati dan mencegah anaknya dari sifat-sifat buruk sejak dini, karena dengan demikian, mereka telah menyiapkan dasar kuat bagi kehidupan anak di masa yang akan datang.

Pernyataan di atas secara tegas mengindikasikan diperlukannya pendidikan karakter (akhlak) kepada anak didik kita. Dalam sistem pendidikan di Indonesia sebenarnya ada mata pelajaran yang mengajarkan pendidikan karakter ini, yaitu: Agama dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Sayangnya, isi dan materi yang bagus dalam mata pelajaran ini hanya untuk menguji kemampuan kognitif anak. Jadi, semua anak hanya mengetahui mana yang baik dan buruk pada tingkat kognisi.Masih sangat sulit untuk mewujudkan agar isi dan materi dalam dua mata pelajaran ini mengakar menjadi suatu karakter bagi anak-anak.

Pendidikan karakter adalah berbeda secara konsep dan metodologi dengan pendidikan moral, seperti PPKn, budi pekerti, atau bahkan pendidikan agama di Indonesia. Pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, serta acting the good, yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands (Megawangi, 2007: 137).

    Megawangi dalam buku yang sama juga mengatakan bahwa  pendidikan moral, misalnya PPKN dan pelajaran agama hanya melibatkan aspek kognitif (hafalan) tanpa ada apresiasi (emosi) dan praktik. Sehingga jangan heran kalau banyak manusia Indonesia yang hafal ini Pancasila dan ayat-ayat kitab suci tetapi tidak tahu bagaimana membuang sampah yang benar, berlaku jujur, beretos kerja tinggi, dan menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama.

    Berbicara mengenai pembangunan karakter, tidak lepas dari bagaimana membentuk kepribadian individu-individu sejak dini dari dalam keluarga dan sekolah: institusi sekolah adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia karena anak-anak sejak kecil menghabiskan waktunya paling banyak di sekolah setelah keluarga.

        Maka, diperlukan perubahan mendasar dari paradigma pendidikan kita, yang tadinya sangat cognitive oriented (penggunaan otak kiri dominan), kepada pengikutsertaan pembentukan karakter (otak kanan). Padahal karakter yang sangat baik menentukan keberhasilan kognitif anak. Hal ini dibuktikan oleh laporan yang dimuat di Chicago Tribune (6/9/2000). Dalam laporannya ini, Chicago Tribune melaporkan bahwa US Department of Health and Human Services mempublikasikan hasil penelitian mengenai faktor-faktor resiko yang menyebabkan kegagalan anak di sekolah, yaitu: rendahnya rasa percaya diri dan rasa ingin tahu, rendah motivasi, tidak bisa mengontrol diri, tidak bisa bekerjasama dan bergaul, rendahnya rasa empati, dan tidak bisa berkomunikasi. Artinya, karakter yang baik akan membuat seorang anak tenteram hatinya dan mudah berkonsentrasi sehingga mudah menyerap pelajaran yang diberikan (Megawangi, 2007: 59)

Berdasar pada kenyataan ini, sangat penting sekali bagi sekolah-sekolah untuk melaksanakan pendidikan karakter sejak dini. Salah satu cara yang penulis tawarkan untuk membentuk karakter anak adalah lima belas menit. Ya, lima belas menit saja.

Lima belas menit di sini adalah mengacu pada waktu yang digunakan oleh guru untuk mendongeng di hadapan siswa-siswinya sebelum pelajaran dimulai.Tentu saja dongeng yang diceritakan bukan dongeng biasa. Tapi, dongeng yang sudah disetting sedemikian rupa yang mengandung nilai-nilai moral dan akhlak yang ingin ditanamkan kepada para siswanya. Mudah sekali bukan? Seperti yang dikatakan Bohlin, Farmer, dan Ryan dalam Megawangi bahwa good stories enlarge our students’ mind and hearts (2004: 120)

Cara ini hampir sama dengan yang dilakukan oleh Jefferson Center for Character Education.Yang berkedudukan di California, Amerika Serikat.Megawangi (2004: 119) mengatakan bahwa salah satu pendidikan karakter yang secara eksplisit dijalakan adalah metode pendidikan STAR (Stop, Think, Act, and Review). Metode ini hanya memerlukan waktu 10 sampai 15 menit sehari sebelum kelas dimulai. Anak-anak mendapatkan pendidikan karakter dengan instruksi yang diberikan oleh guru sesuai dengan kurikulum yang tersedia, dengan menggunakan beberapa tema secara bergantian (be responsible, be on time, be nice, be good listener, dan sebagainya).


Bahkan, konon di Inggris pernah diadakan penyebaran angket kepada orang-orang dewasa. Mereka ditanyai tentang saat-saat yang membuat mereka merasa gembira pada masa kanak-kanak dulu. Jawaban mereka adalah pada saat orang tua membacakan buku atau cerita (LPP Bina Insantama, 97).

Pada saat inilah, apa yang diceritakan orang tua lewat dongeng yang dibacakannya tertanam kuat dan begitu melekat di benak anak. Lewat dongeng pula bisa dibentuk nilai-nilai karakter bangsa. Sayangnya, karena pergeseran nilai-nilai menyebabkan orangtua tak lagi sempat mendongeng atau bercerita pada anak. Orang tua lebih sibuk mengurusi pekerjaannya dan lebih memilih menyerahkan anak dalam asuhan pembantu.

Jadi, character buiding sangat diperlukan pada saat sekarang ini. Semunya dilakukan untuk membentuk pribadi penerus bangsa yang bertanggungjawab, cinta sesama, dan mengembalikan Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang ramah dan penuh kasih sayang serta tentu saja membentuk generasi bangsa yang menghargai keragaman.






So, Jensen, will you love Indonesia if my government succeeds in implementing this plan? I really hope you will love my country.




Ditulis untuk mengikuti lomba yang ada di http://writingcontest.pestablogger.com/.
   
    <a href="
http://writingcontest.pestablogger.com" target="_blank"

   
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar