Tips Kirim Naskah

Ditulis oleh: Ali Muakhir


1.       Pastikan dulu kalau penerbitnya membutuhkan naskah seperti yang sedang kita tulis: caranya, bisa tanya-tanya ke penerbitnya: tidak usah bimbang atau ragu: telepon nyambung selama jam kerja: Kalau belum kenal? Kenalan dulu, ya saat telepon itu. Sambungan Langsung Jarak Jauh tidak mahal, kan? Apalagi jika dibandingkan dengan nilai karya kita.

2.       Print rapih karya kita lengkap dengan sampul depan dan sampul belakang; jangan lupa sertakan sinopsis jika sebuah novel: jika sebuah seri buku anak-anak, sertakan konsep produknya (mengandung unsur-unsur kelebihan naskah tersebut dengan naskah lainnya, jika ada), contoh visual, dan desain cover, bisa ambil di internet, jangan ragu-ragu; terakhir CV lengkap: setelah diprint dijilid dengan rapi (kalau perlu kasih parfum biar wangi; biar editor akuisisinya terpelet, eh, terpikat).

3.       Tulis besar-besar di pojok amplop jenis naskah yang kita kirim; misal Novel Misteri (yang mencerahkan jiwa/ atau yang mengandung unsur-unsur pelajaran fisika); tulis nama editor yang pernah ngobrol dengan kita ditelepon; eh, pas nelepon jangan lupa minta nomer hape-nya ya, jangan nomer hape tetangganya, hehehe: untuk memudahkan komunikasi; tulis alamat penerbitnya dengan jelas; kirim melalui jasa kilat khusus semacam tiki: resinya jangan lupa, disimpan yang rapi buat tanda bukti.

4.       Satu minggu setelah kirim, coba telepon ke editor yang pernah kontak dengan kita; syukur-syukur bisa lewat sms/ym-an, ini akan lebih memudahkan, jika tidak bisa sebaiknya telepon untuk memastikan naskah kita sampai ke alamat dengan selamat.

5.       Tunggu naskah kita hingga 1-3 bulan, jika lebih dari 3 bulan tidak ada kabar berita, sebaiknya ditarik dan memulai kembali dengan tips pertama. Kalau ada jawaban, naskah layak terbit, artinya kansnya besar untuk terbit; ini baru dari editor akuisi lho, ya, karena pasti akan melewati rapat-rapat lanjutan; pada rapat lanjutan ini bagian marketing akan cari info pasar, penanggung jawab akan menambah referensi,  copy editor akan membaca berulang kali kalau naskah tersebut jadi terbit, jadi siap-siap untuk masuk jadwal edit; editor devlopment juga siap-siap mencari refernsi visual dan desain, serta layout.

6.       Jika naskah kemudian dinyatakan akan diterbitkan, segera minta surat perjanjian; baca satu persatu pasal yang ada di pasal tersebut, jangan ada yang lewat: apa judulnya, berapa nilai kontraknya, berapa royaltinya, bagaimana cara pembayarannya, berapa lama kira-kira naskah saya akan didevlop? 3 bulan setelah naskah diterima kan, atau 1 tahun setelah naskah diterima; jika ada yang ganjil, segera lapor polisi, eh maksudnya tanya ke editor yang kasih perjanjian.

7.       Bagaimana jika setelah lewat masa perjanjian belum terbit juga? Tanya ke penerbitnya, yang diwakili editor yang bertanggung jawab pada naskah tersebut, jangan tanya pada dokter atau pengusaha minyak, apalagi tukang cendol yang sering lewat di depan rumah kita. Buat kesepakatan kembali, sehingga kita bisa memperkirakan kapan akan bertanya lagi.

8.       Bagaimana jika tiba-tiba sudah terbit dengan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu? Malah dikasih tahu orang lain; pasti surpraise banget, hehehe. Saya yakin penanggung jawabnya tidak berusaha kasih surpraise, jadi nyantai aja lagi; segera telepon penerbitnya baik-baik untuk berkomunikasi; jangan takut, ini hukumnya sangat kuat, jadi kita sebagai penulis bisa komplain bahkan meminta buku yang telah beredar ditarik dari pasaran, jika dasar hukumnya kuat.

9.       Kenapa point  7 dan 8 bisa terjadi? Bisa jadi karena adanya rotasi jabatan pada perusahaan atau ada orang baru yang menangani project buku kita, atau bisa jadi sudah berusaha menghubungi, tapi penulisnya sedag liburan di negeri dongeng, jadi susah banget dihubungi, tapi masa sih, hari gene? Nah, kalau alasannya rotasi atau pergantian penanggung jawab, bisa dipastikan, kalau mau kambing hitam, ini pasti kesalahan atasannya (atasan yg pernah menangani buku kita) karena atasan wajib meminta laporan sedetil apapun kepada editor yang pernah ada di bawahnya. Sedetil mungkin. Paling tidak sekretaris nyimpen file-file, mana buku yang akan terbit, sedang dikerjakan, sedang dibaca, masih antre buat dibaca, semua tercover dalam sebuah laporan yang simpel, yang siapapun bisa akses. Jika laporan tersebut diperlukan, mudah sekali dikeluarkan. Jadi, kejadian 7 dan 8 bisa terhindarkan.